*Ingatlah Lima Perkara Sebelum datang Lima perkara*

Minggu, 27 Februari 2011

Tafsir 'Ali Imran 75-80

Kumpulan ayat ini terkait dengan kumpulan ayat yang lalu yang menguraikan sifat-sifat ahli kitab, khususnya oran-orang Yahudi.

Ayat 75:

Yaitu bahwa mereka mengklaim sebagai kelompok Almasih addiniyyah atau yang paling berhak dititipi risalah, dimana orang-orang lain tidak pernah diberi amanah sebelumnya dari Tuhan. Tapi Allah menegaskan bahwa sikap hianat adalah sikap yang paling buruk pada risalah agama mana saja. Dan Allah membukakan rahasia sikap (hianat) mereka itu.

Per frasa:

  • Tidak semua ahli kitab hianat
  • Bila diberi amanah (oleh orang dari luar golongannya) yang besar (dari ukuran harta/dunia) dia amanah, tapi bila amanah itu kecil mereka hianat. Mereka tidak merasa bersalah bila hianat terhadap ummiyyin (orang-orang arab, yang pada waktu itu umumnya buta huruf).
  • Secara luas/umum, ini adalah kritikan Alquran terhadap orang-orang yang hianat. Misalnya, orang Islam yang menghianati perjanjian kerja/ekonomi atas partnernya yang non-muslim, dan mengatakan: "biarkan saja, dia kan kafir".
  • Sikap tersebut bertentangan dengan hadits: "Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah".

Ayat 76:

Frasa 1:

" Balaa ... wattaqaa" dan

" fainna ... muttaqiin"

bila dipandang utuh adalah gabungan frasa:

" man aufa bi ahdihi" dan

" muttaqiin"

dengan penghubung wawu (=dan)

yang berarti: "orang tidak bertaqwa bila tidak menepati janji". Karena janji diri adalah kontrak.

Secara bahasa, janji terdiri dari 2:

  • Al wa'du, yaitu janji sepihak/individu.
  • Al ahdu, yaitu janji kontrak manusia dengan pihak lain.
  • Misalnya, sholat adalah al ahdu manusia terhadap Allah. Terkait dengan hal ini, Allah juga berjanji kepada manusia bila ia menjaga sholat, maka akan masuk surga.
  • Contoh lain, kampanye pada isinya adalah janji/kontrak pemimpin terhadap rakyat. Ibnu Taimiyah mengatakan, negara akan hancur bila pemimpin hianat terhadap rakyat, meskipun ia muslim. Sebaliknya, bila ia adil, akan dijaga oleh Allah, meski pemimpinnya tidak Islam.

Frasa 2:

Taqwa adalah kebaikan spiritual.

Hadits: Taqwa ada di hati. Ia adalah menyadari kehadiran Allah didalam hati.

Umar ditanya tentang taqwa, maka beliau r.a. menjawab: Bagaimana bila engkau berjalan ditempat yang banyak duri? Maka tentu orang akan sangat hati-hati.

Dari kedua hal diatas, disimpulkan bahwa orang hianat (sejak awal menjabat atau kemudian) adalah karena kesadarannya terhadap kehadiran Allah telah hilang.

Ayat 77:

Keputusan dari Allah terhadap orang-orang yang hianat.

Ayat 78:

Bila pada ayat sebelumnya konteks hianat adalah terhadap dunia, maka pada ayat inikonteksnya adalah terhadap agama Allah. Mereka (orang-orang yang hianat itu) menukar janji Allah dengan harga yang murah (yaitu dunia). Jadi, tipisnya kesadaran terhadap kehadiran Allah akan mengakibatkan disorientasi hidup kepada dunia atau harta.

Dari pelajaran diatas dalam kaitannya dengan peringatan Maulid 1432H, ada 2 hal yang bisa dijadikan modal untuk senantiasa mencontoh rasulullah s.a.w., dengan tanpa menelisik semua sirah, yaitu:

  • Tidak mungkin orang itu akan mencapai ketaqwaan bila orientasinya untuk hianat atau untuk dunia, BUKAN karena berharap kepada Allah dan iman kepada hari akhir.
  • Senantiasa berdzikir, menyebut dengan lisan dan mengingat dengan hati.

Frasa terakhir:

Bila 2 orang berjanji kemudian ada yang berhianat, maka sesungguhnya ia hianat terhadap Allah. Atau dengan kata lain, orang itu telah menukar janjinya dengan harga yang murah, karena berharap pada selain Allah (dunia).

Ayat lain yang terkait dengan sifat hianatnya orang Yahudi dan kecenderungannya kepada dunai adalah di Surat Albaqarah, ketika Nabi Musa a.s. meminta mereka berdoa menggunakan kata hittah (=astaghfirullah), sedang orang Yahudi menggantinya dengan kata hintah (=gandum).

Ayat 79-80

Pertama, frasa ini lebih ditujukan untuk Nabi Isa a.s. Kedua, terkait dengan tawaran orang-orang Yahudi Najran: "apakah kamu ingin agar kamu yang disembah?"

Ibadah akan memunculkan 3 hal, yaitu:

  • Istislaam, melahirkan kepasrahan
  • Tunduk, sebagaimana ketundukan dalam lingkungan ABRI
  • Attadhiah, melahirkan ketawadhu'an. Menganggap diri hina, ditujukan hanya kepada Allah.

=-=-=-=-=
Powered by Blogilo

Tidak ada komentar: